BAB I
Bentang Alam Sungai
Bentang alam merupakan kenampakan yang terbentuk karena proses-proses alami dan bukan hasil campur tangan manusia. Salah satu contoh bentang alam adalah sungai.
Sungai adalah tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (UU No 35 Tahun 1991)
Karakteristik atau keadaan bentang alam sungai dari hulu ke hilir (mata air sampai muara) tidak seragam, masing-masing mempunyai ciri-ciri tersendiri. Agar lebih mudah mengambarkan karakteristik bentang alam sungai, maka sungai dari bagian hulu ke hilir dapat dibedakan menjadi tiga bagian yakni, sungai bagian atas, tengah, dan bawah. Berikut akan dijelaskan karakteristik umum ketiga bagian sungai tersebut :
1. Sungai bagian atas
Luapan mata air di pegunungan mengalir membentuk sungai yang dalam perjalanan menuju ke laut akan bergabung dengan sungai yang lain. Pada sungai bagian atas kecepatan alirannya tinggi, hal ini tak lain karena dipengaruhi oleh gradien kemiringan lereng yang tinggi. Kedua sisi kanan kiri terjal dan berbentuk V. Badan dan dasar sungainya sempit. Erosinya cenderung vertikal mengikis dasar sungai. Selain itu, terkadang terdapat air terjun dan riam.
2. Sungai bagian tengah
Pada bagian ini badan sungai menjadi lebar karena bertemu dengan anak-anak sungai dan aliran sungai lambat karena dipengaruhi gradien lereng yang sedang. Erosi sungai ke samping dan lembah semakin melebar. Kelokan (meander) mulai tampak. Pengendapan dapat terjadi terutama di bagian depan belokan dan tepi-tepi sungai.
3. Sungai bagian bawah
Pada bagian ini sungai melebar dan aliran lambat karena gradien lemah sehingga terjadi banyak pengendapan. Bila terjadi banjir sungai, sedimen terangkut dan diendapkan ke seluruh lembah sehingga membentuk tanggul alam di kanan kiri sungai. Selain itu terkadang juga terdapat danau kali mati (oxbow lake), yang merupakan kelokan (meander) yang telah terpotong. Dan juga cut off, yakni kelokan yang hampir terpotong oleh hasil pengendapan.
BAB II
Karakteristik Fisik Sungai
a. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam keberlangsungan proses biologi dan kimia yang terjadi di dalam air, seperti kehidupan dan perkembangbiakan organisme air. Suhu mempengaruhi kandungan oksigen di dalam air, proses fotosintesis tumbuhan air, laju metabolisme organisme air dan kepekaan organisme terhadap polusi, parasit dan penyakit. Padakondisi air yang hangat, kapasitas oksigen terlarutnya berkurang. Oleh karena itu, pengukuran oksigen terlarut harus dilakukan pada tempat yang sama dengan pengukuran suhu. Suhu air bervariasi antar kedalaman sungai, danau, maupun badan air lainnya.
b. Lebar, kedalaman dan kecepatan aliran sungai
Lebar dan kedalaman sungai berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan biologi sungai. Sungai yang lebar dan dangkal akan mendapatkan cahaya matahari lebih banyak sehingga suhu air sungai meningkat. Kecepatan aliran sungai juga dipengaruhi oleh lebar dan kedalamannya. Sungai yang dalam dan lebar memiliki kecepatan aliran yang lebih besar.
c. Penutupan permukaan (kanopi) sungai
Penutupan permukaan sungai adalah perbandingan antara luasan contoh yang ternaungi oleh vegetasi dengan total luasan contoh. Kanopi sungai merupakan faktor penting dalam mempertahankan kualitas air, karena vegetasi yang menaungi sungai menghalangi cahaya matahari langsung ke dalam badan sungai sehingga menjaga suhu sungai tetap dingin dan memberikan input nutrisi yang berasal dari seresah jatuh. Perakaran vegetasi yang tumbuh di sekitar sungai dapat menstabilkan tebing sungai dan mengurangi terjadinya erosi.
d. Ukuran batuan dasar sungai
Ukuran batuan dasar sungai berpengaruh terhadap aliran air. Dasar sungai yang terdiri dari campuran batu-batu berukuran besar dan kecil cenderung meningkat turbulensi aliran airnya sehingga meningkatkan kandungan oksigen di dalam air.
Ukuran batuan juga mempengaruhi jenis-jenis organisme yang hidup di dalamnya.
e. Kekeruhan (turbiditas)
Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut di dalam air misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran lainnya. Apabila kondisi air sungai semakin keruh, maka cahaya matahari yang masuk ke permukaan air berkurang dan mengakibatkan menurunnya proses fotosintesis oleh tumbuhan air. Dengan demikian suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses fotosintesis berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang mengakibatkan suhu air meningkat, sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air berkurang.
f. Total bahan terlarut
Pengukuran total bahan terlarut perlu dilakukan dalam pengujian kualitas air. Rendahnya konsentrasi bahan terlarut mengakibatkan pertumbuhan organisme air terhambat karena kekurangan nutrisi. Namun, tingginya konsentrasi bahan terlarut dapat menyebabkan eutrofikasi atau matinya jenis-jenis organisme air.
BAB III
Karakteristik Kimia Sungai
a. pH
menunjukkan tingkat keasaman air yang dapat ditunjukkan dengan kertas indikator atau kertas lakmus (Gambar 2). Skala pH berkisar antara 0-14, dengan kisaran sebagai berikut:
pH 7: netral
pH <7: asam
pH >7: basa pH 6,5-8,2
b. Alkalinitas
Pengukuran alkalinitas dilakukan untuk mengetahui kemampuan sungai dapat bertahan akibat perubahan pH. Pada ekosistem air tawar, nilai alkalinitas berkisar antara 20-200 ppm.
c. Hardness (Kekerasan air)
Hardness menunjukkan total konsentration kation di dalam air, 2+ 2+ 2+ terutama kalsium (Ca ), magnesium (Mg ), besi (Fe ) dan mangan 2+ (Mn ). Tingginya konsentrasi kation-kation tersebut dapat menjadi permasalahan untuk air yang dikonsumsi.
d. Nitrat, Nitrit dan Amonia
Merupakan bentuk unsur nitrogen yang terdapat di dalam air, Berasal dari pupuk yang larut, kotoran hewan, dan lain-lain, Berfungsi sebagai hara atau pupuk untuk tanaman air, Kandungan yang tinggi di dalam air akan meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas tumbuhan air sehingga kandungan oksigen di dalam air semakin berkurang dan menyebabkan hewan air sulit berkembang bahkan mati. Peristiwa ini disebut eutrofikasi. Kandungan yang tinggi di dalam air minum sangat berbahaya pada bayi, karena hemoglobin darah terikat oleh Nitrat, sehingga menyebabkan darah pada bayi kekurangan oksigen. Akibatnya bayi menjadi rentan terhadap penyakit hemoglobinosa.
e. Fosfat
Merupakan bentuk dari unsur fosfor yang terdapat di dalam air, Berasal dari detergent sisa cucian, kotoran hewan, pupuk yang terlarut, dan lain-lain, Berfungsi sebagai hara untuk tanaman air, dan dapat mengakibatkan proses eutrofikasif.
F.Oksigen terlarut/Dissolved Oxigen (DO)
Merupakan oksigen yang ada di dalam air, Berasal dari oksigen di udara dan hasil fotosintesis tumbuhan air Sangat dibutuhkan dalam kehidupan hewan dan tumbuhan air. Kandungan oksigen di dalam air lebih sedikit dibandingkan dengan di udara Kandungan oksigen pada air yang bergerak lebih banyak dibandingkan dengan air yang tergenang. Kandungan oksigen berbeda antar musim, bahkan antar jam dalam satu hari, dan berubah sesuai dengan suhu dan ketinggian tempat Kekurangan oksigen akan menyebabkan tumbuhan atau hewan air sulit untuk berkembang
g. Biological Oxygen Demand (BOD)
BOD ialah jumlah oksigen yang digunakan mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan bahan-bahan organik di dalam air Jumlahnya tergantung pada pH, suhu, jenis mikroorganisme dan jenis bahan organik dan inorganik di dalam air. Sumber BOD daun-daun dan potongan kayu pada air tergenang, tumbuhan atau hewan yang sudah mati, kotoran hewan, dan lain-lain. Semakin tinggi BOD, semakin cepat oksigen di dalam air habis, sehingga akan membawa dampak negatif bagi perkembangan makhluk hidup yang ada di dalam air.
h. Kandungan Coliform
Coliform adalah bakteri yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan membantu proses pencernaan dapat berada di dalam sungai melalui perantara seperti amalia, burung atau saluran-saluran pembuangan Bersifat non patogenik Keberadaannya merupakan petunjuk bahwa pada sungai tersebut telah terdapat kotoran yang kemungkinan mengandung mikroba pathogen. Apabila kandungan coliform > 200 koloni per 100 ml air menunjukkan bahwa kemungkinan telah terdapat mikroorganisme pathogen pada air tersebut
i.Daya hantar listrik (DHL)
Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan Listrik Menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan.
Secara ilustrasi pembagian lebar sungai dan pengukuran kedalamannya dapat dilihat pada Gambar berikut ini:
Contoh hasil pengukuran profil sungai ditampilkan pada Gambar 2.3.
kondisi hidrologi dan seberapa baik 'filter' alami yang ada di DAS.
Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah terlihat dengan jelas, maka
akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mengatasinya.
BAB IV
Sumber Aliran Sungai
Hujan yang jatuh di atas permukaan pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) atau Wilayah Sungai (WS) segian akan menguap kembali sesuai dengan proses iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan sub permukaan mesuk ke dalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai imbuhan (recharge) pada kandungan air tanah yang ada.
Ketersediaan air yang ada merupakan bagian dari fenomena alam, sering sulit untuk diatur dan diprediksi dengan akurat. Hal ini karena ketersediaan air mengandung unsur variabilitas ruang (spatial variability)dan variabilitas waktu (temporal variability) yang sangat tinggi. Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah, kandungan air yang tersimpan dalam tanah merupakan bagian dari sistem sungai yang menyeluruh.
Aliran yang terukur di sungai atau saluran maupun danau merupakan potensi debit air permukaan, begitu halnya dengan air yang mengalir ke dalam tanah.
Gambar. Ilustrasi proses terbentuknya air permukaan
Dalam analisis melakukan ketersediaan air permukaan yang akan digunakan sebagai acuan adalah debit andalan (dependable flow). Sehingga yang paling berperan dalam studi ketersediaan air permukaan adalah data rekaman debit aliran sungai. Rekaman tersebut harus berkesinambungan dalam periode waktu yang dapat digunakan untuk pelaksanaan proyek ketersediaan air. Apabila penyadapan air akan dilakukan dari sungai yang masih alami, maka diperlukan rekaman data dari periode-periode aliran rendah yang kritis yang cukup panjang, sehingga keandalan pasok air dapat diketahui.
Debit andalan adalah suatu besaran debit pada suatu titik kontrol (titik tinjau) di suatu sungai di mana debit tersebut merupakan gabungan antara limpasan langsung dan aliran dasar. Debit ini mencerminkan suatu angka yang dapat diharapkan terjadi pada titik kontrol yang terkait dengan waktu dan nilai keandalan. Keandalan yang dipakai untuk pengambilan bebas baik dengan maupun tanpa struktur pengambilan adalah 80%, sedangkan keandalan yang diapakai untuk pengambilan dengan struktur yang berupa tampungan atau reservoir adalah sebesar 50%.
Untuk data aliran yang terbatas dan data hujan yang cukup panjang maka data aliran tersebut dapat dibangkitkan dengan menggunakan metoda pendekatan modelling hujan-aliran. Model hujan-aliran yang dapat digunakan adalah Metoda Mock. Metoda Mock lebih sering dipakai dibandingkan dengan metoda-metoda yang lain (SMAR, NRECA dll). Karena metoda ini dikembangkan di Indonesia, penerapannya mudah dan menggunakan data yang relatif lebih sedikit.
BAB V
Pengukuran Aliran Sungai
Debit (kecepatan aliran) dan sedimen merupakan komponen penting yang berhubungan dengan permasalahan DAS seperti erosi, sedimentasi, banjir dan longsor. Oleh harena itu, pengukuran debit dan sedimen harus dilakukan dalam monitoring DAS.
a. Debit Sungai
Debit merupakan jumlah air yang mengalir di dalam saluran atau sungai per unit waktu. Metode yang umum diterapkan untuk menetapkan debit sungai adalah metode profil sungai ('cross section'). Pada metode ini debit merupakan hasil perkalian antara luas penampang vertikal sungai (profil sungai) dengan kecepatan aliran air.
Q = A.V
dimana:
3 Q=Debit aliran (m /s); A=Luas penampang vertikal (m); V=Kecepatan aliran sungai (m/s)
Luas penampang diukur dengan menggunakan meteran dan piskal (tongkat bambu atau kayu) dan kecepatan aliran diukur dengan menggunakan ‘current meter’.
b. Persiapan pengukuran debit
Sebelum mengadakan pengukuran, pemilihan lokasi merupakan hal penting yang harus diperhatikan, karena kesesuaian lokasi akan berpengaruh terhadap akurasi hasil pengukuran. Kriteria lokasi yang ideal untuk melakukan pengukuran adalah:
tidak ada pusaran air profil sungai rata tanpa ada penghalang aliran air arus sungai terpusat dan tidak melebar saat tinggi muka air naik khusus untuk pengukuran pada sungai besar harus ada jembatan yang kuat
Perlengkapan yang perlu dipersiapkan adalah:
Alat tulis (buku, pensil, dan spidol )
Timer (stopwatch)
Alat pengapung (bola tennis, bambu dengan pemberat)
Meteran
Benang atau tali
Palu dan paku
Tongkat bambu atau kayu
Penggaris
c. Pelaksanaan pengukuran debit
Kegiatan yang dilakukan dalam pengukuran debit adalah pembuatan profil sungai dan pengukuran kecepatan aliran
d. pembuatan profil sungai
Profil sungai atau bentuk geometri saluran sungai berpengaruh terhadap besarnya kecepatan aliran sungai, sehingga dalam perhitungan debit perlu dilakukan pembuatan profil sungai, dengan cara sebagai berikut:
Pilih lokasi yang representatif (dapat mewakili) untuk pengukuran Debit
Ukur lebar sungai (penampang horisontal)
Bagi lebar sungai menjadi 10-20 bagian dengan interval jarak yang sama (Gambar 2.1).
Ukur kedalaman air di setiap interval dengan mempergunakan tongkat Pembuatan profil sungai
Contoh hasil pengukuran profil sungai ditampilkan pada Gambar 2.3.
Dengan melakukan pengukuran profil sungai, maka luas penampang sungai dapat diketahui. Luas penampang sungai (A) merupakan penjumlahan seluruh bagian penampang sungai yang diperoleh dari hasil perkalian antara interval jarak horisontal dengan kedalaman air atau dapat dituliskan sebagai berikut:
dimana:
L=lebar penampang horisontal (m); D=Kedalaman (m)
Berdasarkan pada contoh profil pada Gambar 2.3, maka diketahui luas 2
penampang sungai adalah 26,47 m (Verbist et al., 2006)
e. Pengkuran Debit
Kecepatan aliran sungai pada satu penampang saluran tidak sama. Kecepatan aliran sungai ditentukan oleh bentuk aliran, geometri saluran dan faktor faktor lainnya. Kecepatan aliran sungai diperoleh dari rata-rata kecepatan aliran pada tiap bagian penampang sungai tersebut. Idealnya, kecepatan aliran rata-rata diukur dengan mempergunakan 'flow probe' atau 'current meter' (Gambar 2.4). Alat ini dapat mengetahui kecepatan aliran pada berbagai kedalaman penampang. Namun apabila alat tersebut tidak tersedia, kecepatan aliran dapat diukur dengan metode apung.
BAB VI
Penggunaan Lahan
penggunaan lahan dapat mempengaruhi besarnya perbandingan antara berbagai aliran air, yakni dengan melalui:
pemadatan tanah, yang khususnya akan mempengaruhi makroporositas tanah. Makroporositas berkaitan dengan perbedaan antara 'kejenuhan' dan 'kapasitas lapang', (atau volume air yang akan hilang dari tanah selama 24 jam, seperti digunakan dalam definisi kapasitas lapang), kerapatan isi tanah yang memiliki hubungan kuantitatif dengan makroporositas, fungsi pedotransfer (yang menghitung pengaruh tekstur tanah dan bahan organik tanah berdasarkan kerapatan isi tanah 'acuan'). Proses pemadatan tanah tidak dapat dipulihkan dengan mudah pembentukan kerak permukaan tanah ('surface sealing'), berhubungan langsung dengan hilangnya mineral permukaan tanah karena sinar matahari dan curah hujan langsung setelah hilangnya atau rusaknya lapisan seresah; pembentukan kerak tanah dapat dipulihkan dengan mudah, dengan memadukan dan memanfaatkan pengaruh penutup tanah dan biota tanah.
Jika pemadatan tanah terjadi karena proses 'degradasi', pengaruh pemadatan tanah ini relatif lebih kecil selama periode awal musim hujan, karena tanah masih mampu menyimpan air. Pada akhir musim penghujan, ketika tanah hampir jenuh, mulai terjadi perbedaan yang nyata pada kemampuan penyimpanan air pada tanah. sehingga terjadi pergeseran dari aliran dalam tanah – ‘sub surface flow’ menjadi aliran permukaan tanah – ‘quick flow’ dan mengakibatkan puncak aliran yang lebih tajam bila digambarkan dengan hidrograf.
Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana proses pemulihan struktur tanah oleh seresah/mulsa tidaklah mudah. Salah satu kendalanya adalah karena seresah yang berada di permukaan tanah, tergantung pada ukuran dan beratnya, mudah diterbangkan angin atau terbawa aliran air. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan dalam hal struktur tanah meskipun masih dalam hamparan lahan yang sama. Tanah dengan seresah yang menumpuk akan mempunyai tingkatinfiltrasi lebih tinggi, sedangkan daerah yang tanpa seresah kemungkinan akan mengeras dan membentuk lapisan kerak akibat tingginya aliran permukaan. Penelusuran lebih rinci mengenai jenis-jenis seresah (berdasarkan spesies pohon) untuk mengetahui kecenderungannya dalam 'berpindah' pada sebidang tanah perlu dilakukan untuk mengetahui dampak seresah terhadap pemulihan tanah. Dalam skala luas di daerah semi-arid, proses pengangkutan –penumpukan seresah sering terlihat berpola garis seperti kulit harimau, sehingga dikenal sebagai 'tiger bush effect'. Dalam kondisi seperti ini, zona yang terdegradasi berfungsi sebagai 'penerima air' yang akan ditampung dan dimanfaatkan oleh zona yang bervegetasi. 'Rehabilitasi lahan' dapat membantu mengubah pola dan ukuran 'tiger bush effect' ini agar lebih effektif, meskipun tidak akan bisa menghilangkannya sama sekali.
BAB VII
Presipitasi, Intersepsi, dan Evaptranspirasi
a. Presipitasi
Presipitasi merupakan curahan air dari atmosfer ke permukaan bumi. Sumber utama presipitasi di daerah tropis berasal dari curah hujan. Unsur yang penting dalam presipitasi adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam satuan kedalaman curah hujan (mm) dan intensitas curah dinyatakan dalam jumlah hujan per satuan waktu. Klasifikasi intensitas hujan dapat dinyatakan seperti pada Tabel 1.2. atau Tabel 1.3.
b. Evapotranspirasi
Evapotraspirasi merupakan gabungan dari peristiwa evaporasi dan transpirasi. Evaporasi (penguapan) adalah peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah serta permukaan air ke udara. Sedangkan peristiwa penguapan dari tanaman disebut transpirasi. Dengan demikian, penguapan air dari permukaan tanah, permukaan air dan tanaman secara bersama-sama disebut evapotranspirasi.
c. Intersepsi
Intersepsi adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi di atas permukaan tanah, tertahan beberapa saat untuk kemudian diuapkan kembali ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti. Proses intersepsi terhadap curah hujan dari tutupan vegetasi adalah sebagai salah satu proses dalam siklus hidrologi dalam hutan. Air hujan yang jatuh menembus tajuk vegetasi dan menyentuh tanah akan menjadi bagian air tanah. Besarnya intersepsi tidak dapat dihitung secara langsung karena morfologi tajuk tanaman yang beragam sehingga sulit untuk dilakukan pengukuran, namun nilai intersepsi pada ekosistem hutan dapat dihitung dengan mengukur besarnya curahan tajuk dan aliran batang pada vegetasi. Intersepsi dapat diketahui jika kedua nilai tersebut diperoleh, nilai intersepsi merupakan perbedaan dari besarnya presipitasi total (Pg ) dengan presipitasi bersih (Pn ).
Secara matematis besarnya intersepsi dinyatakan dengan
npgI = P − dengan nilai= n P (throughfall (Tf ) + stemflow (S f ) ), nilai Pg didapatkan dari hasil pengukuran di daerah kajian. Nilai persentase intersepsi hujan pada tajuk vegetasi di daerah hutan hujan tropis adalah bervariasi (Asdak, 1995). Hujan terintersepsi oleh tajuk vegetasi sebesar 21% dari total air hujan total di hutan campuran Jawa Barat (Calder et al,1986 dalam Asdak, 1995). Sementara pada hutan yang tidak lebat dan telah dilakukan banyak penebangan persentase intersepsi tajuk berkurang hingga 6% dari total intersepsi sebesar 11% (Asdak et al, 1998).
Besarnya intersepsi bervariasi antara 35 – 55%,
Besar intersepsi hujan berkisar antara 35 – 75% dari keseluruhan ET di atas tegakan pohon/hutan
Di hutan hujan tropis berkisar antara 10 – 35% dari CH total
Besarnya air yang tertampung dipermukaan tajuk, batang dan cabang vegetasi (Kapasitas simpan Intersepsi/Canopy storage capacity) yang ditentukan oleh bentuk,kerapatan dan tekstur vegetasi
Air hujan yang jatuh pada permukaan tajuk akan turun melaluiØ sela-sela daun, batang dan cabang atau antar tajuk dan batang vegetasi
Besarnya air yang tertampung dipermukaan tajuk, batang dan cabang vegetasi (Kapasitas simpan Intersepsi/Canopy storage capacity) yang ditentukan oleh bentuk,kerapatan dan tekstur vegetasi
Air hujan yang jatuh pada permukaan tajuk akan turun melaluiØ sela-sela daun, batang dan cabang atau antar tajuk dan batang vegetasi
BAB VIII
Air Permukaan dan Air Bawah Permukaan
a. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang berada pada permukaan bumi. Yang termasuk air permukaan adalah sebagai berikut:
Sungai
Yang dimaksud dengan sungai adalah daratan yang lebih rendah dari daerah sekitarnya yang merupakan tempat mengalirnya air dari hulu sampai ke muara.
Sungai dibagi menjadi 2 (dua), yaitu sebagai berikut:
- Sungai berdasarkan sumber airnya, dibedakan atas:
- Sungai hujan, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari air hujan;
- Sungai gletser, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari gletser (salju yang mencair);
- Sungai campuran, yaitu sungai yang sumber airnya berasal dari hujan dan gletser.
- Sungai berdasarkan volume airnya, dibedakan atas:
- Sungai permanen, yaitu sungai yang airnya tetap sepanjang tahun;
- Sungai periodik, yaitu sungai yang airnya tidak tetap, yaitu kering pada musim kemarau dan di aliri air pada saat musim penghujan.
Danau
Danau adalah daratan yang cekung dan terisi oleh air. Pada umumnya danau ini relatif luas.
Danau dibedakan menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
- Danau vulkanik, yaitu danau yang terjadi karena letusan gunung api;
- Danau tektonik, yaitu danau yang terjadi karena air yang mengisi bekas terjadinya gerakan kulit bumi (dislokasi);
- Danau tektovulkanik, yaitu danau yang terjadi karena letusan gunung api sekaligus pergeseran kulit bumi;
- Danau buatan, yaitu danau yang sengaja dibuat untuk kepentingan kehidupan manusia dengan cara membendung sebuah sungai.
Manfaat danau
Manfaat danau antara lain:
- Danau di manfaatkan untuk usaha perikanan
- Sebagai tempat rekreasi
- Penyuplai air kebutuhan air
- untuk pengairan lahan pertanian
- Sebagai pembangkit tenaga listrik
- Pengendalian banjir
Rawa
Rawa adalah daratan yang rendah dan digenangi oleh air yang umumnya terdapat di daerah dataran rendah atau sepanjang tepi pantai. Oleh karena itu, ada pula daerah rawa yang dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Daerah tersebut dinamakan daerah pasang surut karena pada saat air laut pasang, tanah rawa terendam air dan ketika surut sebagian rawa tetap tergenangi air. Pada rawa masih terdapat ciri-ciri kehidupan darat.
b. Air Bawah Permukaan
Air tanah atau air bawah permukaan bumi tersimpan di dalam lapisan batuan kulit bumi.. sumber air tanah yaitu air hujan yang meresap kedalam tanah melalui pori-pori tanah. Air tanah dibedakan atas:
- Air tanah dangkal, yaitu air tanah yang letaknya dekat permukaan bumi diatas lapisan kedap air. Air tanah ini diambil dengan cara menggali tanah yang lebih di kenal dengan nama sumur.
- Air tanah dalam, yaitu air tanah yang letaknya jauh dari permukaan bumi yang tersimpan dalam dua lapisan kedap air. Karena letaknya yang dalam, air tanah ini memiliki tekanan yang kuat. Apabila terjadi celah yang dapat tembus, maka akan menyembur keluar yang dinamakan dengan air artesis.
BAB IX
Statistika Dalam Hidrologi
a. Suatu rangkaian dari variat, yang merupakan deret berkala (time series), menggambarkan sampel dari populasi
b. Distribusi (distribution) adalah data yang disusun menurut besarnya, misalnya debit banjir dari nilai terbesar dan berakhir pada debit banjir terkecil atau sebaliknya.
c. Distribusi probabilitas (probability distribution) adalah jumlah kejadian dari sebuah variat diskrit dibagi dengan jumlah data. Jumlah total probabilitas dari seluruh variat adalah 1.
d. Probabilitas komulatif adalah jumlah peluang dari variat acak yang mempunyai sebuah nilai sama atau kurang dari suatu nilai tertentu.
e. Frekuensi (frequency) adalah jumlah kejadian dari sebuah variat dari variabel diskrit.
f. Interval kelas (class interval) adalah ukuran pembagian kelas dari suatu variable.
g. Distribusi frekuensi (frequency distribution) adalah suatu distribusi atau variabel tabel frekuensi yang mengelompokkan data yang belum terkelompok menjadi data kelompok.
Beberapa istilah statistik juga telah dipaparkan oleh Sri Harto (2000) antara lain :
a. Populasi (population) adalah seluruh kemungkinan pengamatan yang dapat dilakukan atau kumpulan lengkap dari seluruh besaran yang mewakili suatu proses acak (random) tertentu. Populasi tidak harus tidak terbatas (infinite) tetapi dapat juga terbatas (finite).
b. Sampel (sample) adalah sejumlah pengamatan yang terbatas, yang merupakan bagian dari sebuah populasi. Misalnya pengamatan hujan selama 5 tahun adalah sampel dari seluruh populasi.
c. Variable (variables) adalah karakter suatu sistem yang dapat diukur dan besarannya berbeda apabila diukur pada saat yang berbeda (fungsi waktu).
d. Parameter (parameters) adalah besaran yang menandai suatu system dan tidak berubah dengan waktu, misalnya luas DAS
e. Variat (variate, outcome, observation, realization) adalah besaran dari suatu variabel.
Widandi Soetopo & Lily Montarcih (2009) juga menulis istilah-istilah sebagai berikut :
a. Elemen, merupakan bagian terkecil dari suatu kejadian. Contoh : (1). Debit sebesar 12.6 m3/dt, (2). curah hujan setinggi 78 mm, (3). hujan yang pertama terjadi dalam 4 hari mendatang.
b. Kejaidan (event), merupakan kumpulan semua elemen dengan spesifikasi tertentu. Contoh : (1). debit > 1.200 m3 /dt (berarti semua debit yang lebih dari 1.200 m3 /dt), (2). curah hujan < 95 mm (berarti semua curah hujan yang kurang dari 95 mm), (3). dalam 4 hari mendatang terjadi hujan terus-menerus, dalam 4 hari mendatang sedikitnya terjadi 1 hari hujan.
c. Variabel, merupakan symbol (notasi) yang menyatakan suatu kejadian (event). Sebagai contoh : (1). Q menyatakan debit sesaat sungai (m3/dt), (2). Qthn menyatakan debit rerata tahunan sungai (m3/dt), (3). R menyatakan curah hujan harian (mm), (4). Rmax menyatakan curah hujan maksimum tahunan (mm), (5). H menyatakan tinggi muka air sesaat di waduk, sungai atau saluran (m). Nilai suatu variable akan bervariasi menurut dimensi ruang (spasial) atau dimensi waktu (temporal).
d. Populasi, merupakan kumpulan dari semua elemen yang mungkin ada (banyaknya elemen dapat berhingga/finite atau tak berhingga/infinite).
e. Sampel (sample), merupakan bagian dari populasi yang diambil secara acak (random). Sampel ini dianggap mewakili populasi. Analisa statistic dilakukan terhadap sampel (analisa langsung terhadap populasi tidak akan praktis, kecuali untuk ukuran populasi yang cukup kecil).
f. Kala ulang (return period), secara praktis didefinisikan sebagai n periodrerata dari selang waktu antara 2 kejadian tertentu.
BAB X
Erosi dan sedimentasi
Bahaya erosi banyak terjadi di daerah-daerah lahan kering terutam yang memiliki kemiringan lereng sekitar 15% atau lebih. Tanah kering tang rentan terhadap erosi terutama adalah tanah Podsolik Merah Kuning yang mempunya areal terluas di Indonesia, kemudian disusul oleh tanah Latosol yang kemiringan lereng agak curam sampai curam, terutama tanah-tanah yang tidak tertutup tanaman. (Suripin, Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air, 2004) Akibat erosi yang terjadi, terbentuklah lembah, ngarai, dan maender. Erosi air laut terjadi di daerah pantai. Pengikisan pantai oleh gelombang laut yang terus-menerus menyebabkan erosi.
Proses Terjadinya Erosi dan Sedimen :
Proses erosi dan sedimentasi secara alami telah terjadi yaitu proses pelapukan batuan atau bahan induk tanah secara geologi dan alamiah. Erosi alami merupakan proses keseimbangan alam yang artinya kecepatan kerusakan tanah masih saa atau lebih kecil dari proses pembentukan tanah. Sedangkan DAS yang masuk dalam wilayah perkotaan mengalami erosi yang cukup besar dan dalam waktu yang cukup cepat. Hal ini dikarenakan, perubahan tata guna lahan yang disebabkan oleh meningkatnya kegiatan manusia di wilayah DAS tersebut. Meningkatnya kegiatan manusia dalam mengelola dan meningkatkan produktivitas tanah telah menyebabkan terjadinya pemecahan agregat-agregat tanah karena pengangkatan dan pemindahan tanah pada saat pengolahan tanah. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya laju erosi tanah yang disebut erosidipercepat. Penyebab utama terjadinya erosi di daerah tropis seperti Indonesia adalah air. Hal ini disebabkan oleh, daerah tropis memiliki kelembaban dan rata-rata curah hujan per tahun yang cukup tinggi.
Proses erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap, yaitu :
1. Pelepasan butiran tanah atau paertikel tanah dari bongkah agregat tanah.
2. Pemindahan atau pengankutan butiran tanah oleh media pengangkut, yaitu air.
3. Pengendapan butiran tanah dimana butiran tanah tidak dapat diangkut lagi oleh media pengangkut.
Sebagai wilayah tropis, proses erosi tanah lebih banyak disebabkan oleh air. Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 4 tipe, yaitu:
1. Erosi lempeng (sheet erosion), yaitu butiran-butiran diangkut lewat permukaan atas tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan , yang dihasilkan oleh intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari infiltrasi.
2. Pembentukan polongan (gully), yaitu erosi lempeng terpusat pada polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan dengan kecepatan limpasan permukaan tersebut diatas. Polongan tersebut cenderung menjadi lebih dalam, yang menyebabkan terjadinya longsoran-longsoran. Polongan tersebut tumbuh kearah hulu. Ini dinamakan erosi kearah belakang (backward erosion).
3. Longsoran massa tanah yang terletak diatas batuan keras atau lapisan tanah liat; longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan panjang, yang apisan tanahnya menjadi jenuh oleh air tanah.
4. Erosi tebing sungai, terutama terjadi pada saat banjir, yaitu tebing tersebut mengalami penggerusan air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokan-belokan sungai.
Erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara :
memperhatikan adanya bentukan hasil erosi seperti erosi lembar permukaan ('sheet erosion'), erosi alur ('rill erosion'), dan erosi parit ('gully erosion') seperti diilustrasikan pada Gambar 1.6.
Pendekatan lain untuk memperkirakan terjadinya erosi di suatu tempat adalah dengan memperhatikan perubahan kondisi permukaan tanah. Pada umumnya tanah-tanah yang telah mengalami erosi dicirikan oleh perubahan warna dan konsistensi tanah, serta munculnya akar tumbuhan atau lapisan batuan di permukaan tanah (Gambar 1.7). Berdasarkan jumlah tanah yang hilang akibat erosi, tingkat bahaya erosi pada suatu tempat dapat dikelompokkan seperti disajikan pada Tabel 1.4.
BAB XI
Pengelolaan Vegetasi dan Hasil Air
Dalam kegiatan penatagunaan lahan yang bersifat merubah tipe atau jenis penutup lahan (Vegetasi) dalam suatu kawasan DAS, perlu dilakukan suatu tindakan yang dapat membuat suatu kawasan DAS stabil dan tidak adanya pengurangan/mempengaruhi besar kecilnya hasil air, serta dapat mempertahan penyebaran dan besarnya curah hujan serta memperkecil terjadinya perubahan iklim setempat.
Adanya jenis vegetasi penutup lahan seringkali menyebabkan membesar atau mengecilnya hasil air (water yield) serta juga mempengaruhi kualitas air dilahan tersebut. Terjadinya kebakaran hutan (forest logging), perubahan jenis vegetasi, ladang berpindah atau perubahan tata guna lahan hutan menjadi lahan pertanian atau sebagainya, dikhawatirkan dapat mempengaruhi penyebaran curah hujan dan perubahan iklim mikri (setempat).
Vegetasi yang keragaman hayatinya cukup tingi dalam ekosistem DAS merupakan salah satu instrument yang mendukung kestabilan ekosistem terutama untuk melindungi permukaan tanah dari ancaman erosi yang berdampak terhadap proses sedimentasi dan longsor. Peran ekologi tersebut lebih efektif diperankan oleh jenis vegetasi hutan, sehingga keberadaan vegetasi hutan di daerah hulu, tengah dan hilir DAS menjadi prasyarat penentu kelestarian ekosistemnya. Ekosistem hulu DAS memiliki komposisi dan tingkatan vegetasi yang cukup tinggi sehingga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menunjang fungsi lindung dan tangkapan airnya.
Pada umumnya persoalan yang terjadi dalam sumber daya air berkaitan dengan waktu dan penyebaran aliran air sebagai akibat dari perubahan kondisi tata guna lahan dan faktor meteorology yaitu curah hujan. Peranan vegetasi dalam DAS berpengaruh terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan, kerapatan penutupan tanaman baik pada lokasi cagar alam maupun pada daerah perkebunan masyarakat mampu mempertahankan kelembaban udara, selanjutnya menurunkan energi panas sehingga mengurangi hilangnya air melalui proses evaporasi dari permukaan tanah.
Pada umumnya persoalan yang terjadi dalam sumber daya air berkaitan dengan waktu dan penyebaran aliran air sebagai akibat dari perubahan kondisi tata guna lahan dan faktor meteorology yaitu curah hujan. Peranan vegetasi dalam DAS berpengaruh terhadap arah sirkulasi air dalam suatu ekosistem hutan, kerapatan penutupan tanaman baik pada lokasi cagar alam maupun pada daerah perkebunan masyarakat mampu mempertahankan kelembaban udara, selanjutnya menurunkan energi panas sehingga mengurangi hilangnya air melalui proses evaporasi dari permukaan tanah.
Beberapa pengelolaan DAS memandang bahwa hutan nerupakan pengatur aliran air (stream flow regulator) yaitu hutan dapat menyimpan air selama musim hujan dan melepaskannya pada musim kemarau. Hubungan timbal balik antara vegetasi hutan dan ketersediaan sumberdaya air pada satuan ekosistem DAS sangat berpengaruh nyata, sehingga kelestarian hutan dan komponen lingkungan disekitar daerah DAS menjadi indikasi kelestarian lingkungan yang dihasilkan, salah satunya sumberdaya air.
Kehadiran vegetasi yang dikembangkan terutama jenis yang evapotranspirasinya rendah memiliki kontribusi dalam membantu persediaan air tanah, terutama efek spons (sponge effect) yang menyerap dan menahan air hujan sehingga lebih lambat dan merata, mengurangi kecenderungan banjir pada musim hujan lebat serta melepaskan air secara terus menerus pada musim kemarau sehingga mampu menjaga kestabilan debit air di daerah hilir dan tentunya berdampak terhadap proses produksi dari berbagai industri di hilir.
Dalam rangka mendukung fungsi DAS terhadap kelestarian tata air, maka program pembangunan ekosistem hutan atau komunitas pepohonan yang berpegaruh baik terhadap tata air dan lingkungan merupakan salah alternatif yang ditempuh. Berbagai pola pendekatan yang mengarah pada kesinambungan pelestarian tata air dilakukan melalui macam bentuk pengelolaan dan penyelamatan ekosistem DAS seperti kegiatan reboisasi, penghijauan, hutan rakyat maupun pengembangan teknologi tradisional yang di miliki oleh masyarakat seperti terasering, dll.
Pengelolaan vegetasi dalam rangka pengelolaan ekosistem DAS diarahkan untuk tercapainya kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui terpeliharanya vegetasi sebagai komponen pendukung tata air. Perlu dipahami bahwa kerusakan daerah hulu tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian dan kehutanan, tetapi dampak multidimensi bagi keberlangsungan proses-proses pembangunan yang berkaitan dengan sumberdaya air, seperti sektor industri, pariwisata dan kebutuhan domestik.
Pengelolaan vegetasi dalam rangka pengelolaan ekosistem DAS diarahkan untuk tercapainya kondisi ekosistem hulu yang sehat dan lestari melalui terpeliharanya vegetasi sebagai komponen pendukung tata air. Perlu dipahami bahwa kerusakan daerah hulu tidak saja berdampak sektoral seperti pertanian dan kehutanan, tetapi dampak multidimensi bagi keberlangsungan proses-proses pembangunan yang berkaitan dengan sumberdaya air, seperti sektor industri, pariwisata dan kebutuhan domestik.
Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah terlihat dengan jelas, maka
akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mengatasinya.
BAB XII
Kualitas Air
Apabila kita berbicara mengenai fungsi DAS yang berkaitan dengan kualitas air, seringkali yang menjadi topik hangat adalah masalah erosi dan sedimentasi partikel tanah. Padahal, secara ekologis kerusakan kualitas air yang utama berkaitan erat dengan pencemaran karena unsur hara, pestisida, dan bahan-bahan organik yang mengurangi ketersediaan oksigen di air. Unsur-unsur yang dapat mencemari air antara lain unsur hara, logam berat seperti merkuri (Hg) yang biasanya digunakan dalam penambangan emas, arsenik (As) yang bersumber dari tanah dan terlarut dalam air tanah, kemudian bergerak dari sumber-sumber air tanah), bahan organik yang dapat terurai pada aliran air serta bahan-bahan biologi aktif (pestisida, obat obatan). Untuk mengetahui ada tidaknya bahan pencemar di aliran sungai/danau, diperlukan pengukuran khusus dan penelusuran yang rinci jenis dan asal sumber pencemaran tersebut. Sebenarnya mencegah pencemaran sebelum terjadi jauh lebih baik daripada melakukan penanggulangan setelah ada kejadian. Namun, pengambil kebijakan biasanya membutuhkan bukti nyata sebelum mereka tergerak hatinya dan terbuka matanya akan adanya resiko pencemaran. Untuk dapat melihat terjadinya pencemaran secara nyata, dibutuhkan waktu yang lama dan sangat tergantung pada curah hujan, kondisi hidrologi dan seberapa baik 'filter' alami yang ada di DAS. Sayangnya, apabila pencemaran sungai telah terlihat dengan jelas, maka akan dibutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk mengatasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar